Berbekal aplikasi waze yg sengaja gue download buat mempermudah perjalanan -walaupun boros baterai dan boros kuota-, gue memulai trip ke Jogja, tepatnya ke daerah Dlingo, Mangunan, Bantul. Di sana ada 2 destinasi yang gue rencananya bakal kunjungi, yaitu Hutan Pinus Dlingo -mungkin lebih di kenal dengan hutan pinus imogiri- yg satu lagi Kebun Buah Mangunan. Dua destinasi itu sama-sama satu arah, jalurnya naik-naik kayak ke puncak gitu, ditambah lika-liku makin nambah greget.. gue terus ikutin palang yg ada tanda panah yang mengarah ke dua desetinasi itu. ternyata di persimpangan saat itu lumayan macet, kalo lurus itu ke arah hutan pinus, kalo belok ke kanan itu menuju ke kebun buah mangunan, akhirnya pilih ke kanan krn lebih lancar jalannya. Jalanannya berubah jadi menurun, dan nggak jauh sampe juga ke Kebun Buah Mangunan.
Setelah bayar tiket masuknya 6.000 per orang, langsung deh cari parkir. Waktu itu diinformasiin kalo di sana lagi nggak musim buah.. Jadi ya keliling-keliling aja di kebunnya..
Di sana ada petunjuk yg menulis Puncak 500m Lagi, disertai anak panah yg menunjukkan lokasinya, katanya sih orang-orang pada berburu foto di puncaknya itu. Langsung deh gue jalan dengan semangat, awalnya itu jalan aspal menurun di sampingnya masih ada pohon pohon buah yg belum berbuah.. makin jauh, makin ngeri juga sih, ada tangga turun cukup lebar yg jarak anak tangganya tinggi, apalagi kiri kanannya nggak ada pegangan, yg ada malah aliran air kali.. setelah lewatin tangga turun itu lanjut naik lagi, sampai ke puncaknya terus di suguhi undakan tangga -ada beberapa anak tangga yg tinggi- gue liat pemandangannya di ebelah kiri itu kayak jurang yg penuh pepohonan. Keren.. tapi tetep harus hati-hati..
Dan at the end sampai juga Puncak Kebun Buah Mangunan.. dari atas sini bisa ngeliat view yg bikin nagih, ijo-ijo seger gitu.. pas banget buat yg batinnya rindu sama ketenangan alam.. di sana bisa puas deh foto-foto dari ketinggian..
Gust of Words
Ketika rasa tak bisa terucap, ku hantarkan melalui embusan tulisan ini.
Rabu, 13 Juli 2016
Senin, 04 April 2016
Ceritanya Gagal Move On
Ada yang perah ngerasain gagal move on? atau yang lagi gagal move on? Itu yang gue alamin sekarang. Mungkin ini pembahasan atau topik basi. Tapi bat gue ini penting. Bayankan betapa memalukannya gue gagal move on sama first love gue sejak lima tahun lalu. Asli ini hati keterlaluan.. Udah lima tahun masih aja melting kalo denger kabar dari dia..
Iya, ini konyol.. Gue masih sangat-sangat berharap sama first love yang udah lost contact bertahun-tahun.. Bahkan gue yakin dia pun nggak terbesit buat mikirin kabar gue di sini.. But, balik lagi move on itu masalah hati. Terlepas apakah dia itu jodoh gue ataupun bukan, gue tetap mendoakan yang terbaik untuk dia. Bukan karena perasaan cinta yant membabi buta. Tapi cinta yang dewasa, mampu mendoakan kebahagiaannya apapun jalan yang dipilihnya..
Because life must go on. Hidup gue nggak harus stuck sama satu orang yang nggak jelas kabarnya kan.. Di sekeliling gue banyak yang care dan sayang sama gue..
Kalaupun dia sama gue berjodoh ya itu memang sudah jadi skenario terbaik dari Sang Pencipta untuk menyatukan dua hati yang terpisah.. Seberapa jauh terpisah, hati akan selalu mencari rumahnya untuk pulang. Jika belum berjodoh, biarkan gue dan dirinya tetap berhubungan baik.. Entah kita akan berjumpa lagi ataupun tidak, setidaknya cerita ini akan tertulis dalam sejarah hidup gue..
Iya, ini konyol.. Gue masih sangat-sangat berharap sama first love yang udah lost contact bertahun-tahun.. Bahkan gue yakin dia pun nggak terbesit buat mikirin kabar gue di sini.. But, balik lagi move on itu masalah hati. Terlepas apakah dia itu jodoh gue ataupun bukan, gue tetap mendoakan yang terbaik untuk dia. Bukan karena perasaan cinta yant membabi buta. Tapi cinta yang dewasa, mampu mendoakan kebahagiaannya apapun jalan yang dipilihnya..
Because life must go on. Hidup gue nggak harus stuck sama satu orang yang nggak jelas kabarnya kan.. Di sekeliling gue banyak yang care dan sayang sama gue..
Kalaupun dia sama gue berjodoh ya itu memang sudah jadi skenario terbaik dari Sang Pencipta untuk menyatukan dua hati yang terpisah.. Seberapa jauh terpisah, hati akan selalu mencari rumahnya untuk pulang. Jika belum berjodoh, biarkan gue dan dirinya tetap berhubungan baik.. Entah kita akan berjumpa lagi ataupun tidak, setidaknya cerita ini akan tertulis dalam sejarah hidup gue..
Senin, 29 Juni 2015
Just a Dream
Senin 29/06/15
Di sebuah ruang tunggu aku duduk. Lima orang kawanku ada didalam
ruangan, mengurusi keperluannya yang sebentar lagi akan selesai. Berseberangan
dari tempat aku duduk, dua bersaudara sedang melakukan hal yang sama
denganku. Kami jelas saling mengenal,
salah seorang dari mereka adalah teman lamaku, dan yang satunya adalah
sepupunya.
Kami tak terlibat percakapan karena banyak yang berlalu lalang
menghalangi pandangan kami. Tak lama beberapa detik berlalu dan seorang wanita
paruh baya keluar dari ruangan. Aku dan teman lamaku mengenali wanita itu, guru
favoritku ketika SD. Aku dan teman lamaku menyapanya, dan kemudian ia membalas
dengan hangat. Wajahnya masih bersahaja seperti dulu. Dan guru itu berlalu di
pintu keluar yang berada diujung lorong ruang tunggu. Kami memandangi sosoknya
dari belakang yang perlahan mengecil karena menjauh dan kemudian hilang dari
balik pintu keluar.
Sedetik kemudian, dari pintu itu datang seorang pria sebaya
denganku dan teman lamaku. Pria itu memakai kemeja putih lengan pendek.
Kemejanya ia masukkan ke dalam celana panjang bahan yang longgar. Penampilan
khas dari seseorang yang sangat kukenali. Ia masih berkacamata, namun ia hadir
dengan kacamata yang berbeda. Badannya tetap kurus tetapi ia bertambah tinggi.
Empat tahun aku tak berjumpa dengannya. Mukanya sudah agak berbeda, telihat
lebih dewasa, mencerminkan sikapnya yang juga sudah berubah. Pandangannya
sedikit jenuh, menandakan banyaknya pikiran yang melandanya. Gaya berjalannya
masih sama. Dan degup hati ini semakin terasa ketika ia mendekat.
Benarkah pandanganku ini? Benarkah ia hadir lagi? Ku lihat teman
lamaku yang duduk diseberangku. Ia menunjukkan raut wajah yang terkejut. Aku
memanggil namanya, nama dari pria berkacamata itu, yang ternyata teman lamaku
pun bersamaan memanggil denganku. Dan ia menyapa dengan kata “Hello”.
Pandanganku benar kala itu. Batinku menjerit histeris. Perasaanku terlampau
senang mengetahui ia benar-benar kutemui lagi. Seorang yang sangat kurindukan.
Ialah cinta pertamaku. Yang empat tahun tak mengabariku. Yang dibeberapa awal
bulan kepergiannya pernah membuatku meneteskan air mata sebelum terlelap dalam
lagu perpisahan.
Setelah lima kawanku keluar dari ruangan, kami beramai-ramai,
dengan teman lamaku juga, pergi ke tepi lapangan kampus yang rindang. Dengan
hadirnya ia -cinta pertamaku-, kami mengulang beberapa cerita nostalgia. Aku
kembali mendapati tawa dan senyumnya yang mendamaikan, yang sempat hilang
beberapa tahun terakhir. Harapanku hanya ingin hal ini bukan untuk sejenak.
Saat ia asyik dengan teman lamaku yang juga sahabat dekatnya
dulu, ia mengajak untuk makan dikantin. Tetapi aku tak mengikutinya, aku malah
membiarkannya berlalu begitu saja. Aku tidak mungkin mengabaikan kawanku yang
lain. Kupikir ia akan pergi ke kantin untuk waktu yang tak lama. Sampai aku bosan
berharap ia datang kembali ke hadapanku, aku menghubungi teman lamaku yang
pergi ke kantin dengannya. Tak juga ada kabar, kakiku tergerak tak sabar ingin
menemuinya lagi. Sesampai dikirku di kantin itu, tak terlihat dua orang
bersahabat yang aku cari-cari. Ada di mana mereka? Kecewa kembali menikamku.
Kesadaranku terbangun oleh suara kesibukan mamaku yang berada di
dapur. Ternyata aku hanya bertemu dengan orang itu dalam mimpi. Sosok itu tak
sungguh hadir di hadapanku. Ia tak sungguh mengahapus kerinduan yang tak
tercabut seperti ini, malah menikamku dengan kenangan, dan mengapa kita hanya
dipertemukan dalam mimpi. Aku masih menunggu waktu, ketika kita akan bertemu
lagi di waktu yang masih tak pasti.
Rabu, 04 Februari 2015
Hati yang Baru Untuk Merangkai Jurnal
‘Melambung jauh terbang tinggi bersama
mimpi...’
Lagu
yang berjudul Mimpi, ketika pertama kali
ku mendengarnya saja sudah mampu mambuat ku berangan. Jujur saja yang ku angankan saat mendengar
lagu itu bukan tentang kesuksesan karier ku, tapi malah mimpi dan angan tentang
membina hubungan dengan seseorang. Tapi itu dulu, tiga tahun lalu ketika aku
masih dalam masa sekolah yang labil. Mimpi untuk berdampingan dengan seseorang
yang baru ku kenal. Ketika rasa itu masih indah, ketika kita masih saling
peduli, tak seperti sekarang.
Lagi
dan lagi, mengapa aku selalu ingin bercerita tentangnya? Apa yang akan ku
mimpikan selanjutnya? Masihkah semua tentangnya akan tetap melekat dalam diri
ku? Ucapanku ingin sekali mengatakan tidak untuk dirinya. Tetapi biarlah hati
yang memutuskan jalannya sendiri, karena ia selalu tahu kemana seharusnya
memilih. Dan hati ku menginginkan ku untuk tetap memikirkannya.
Tahun
2014 lalu telah membuatku melambung dan terhempas. Di awal tahun aku begitu di
semangati olehnya. Oleh seseorang yang kemudia meninggalkan ku begitu saja di
penghujung tahun itu. Aku sangat terpuruk, hati ku rasanya terpecah menjadi
banyak kepingan. Kemeriahan malam tahun baru pun tak mampu meredam tangis hati
ini.
Ia
yang menghempaskan ku begitu saja. Jujur logika ku sangat menginginkan
pembalasan. Logika ini mengajak ku untuk bangkit dan menunjukkan padanya bahwa
ia akan menyesal telah pergi dari kisah ku.
Dan
mimpi ku di tahun 2015 ini ialah menjadi seorang penulis terkenal. Memiliki
karya yang selalu di tunggu-tunggu oleh para pembaca setia. Namun hati kecil
ini masih saja mengatakan untuk menuliskan tentangnya. Masih ingin untuk
bercerita tentang memori indah tentangnya. Merangkaikan kata-kata majas yang
melukiskan dirinya. Dan banyak hal lain tentang aku dan dia untuk dirangkum
dalam jurnal kenangan.
Sebenarnya
aku sudah suka menulis sejak duduk di bangku sekolah SMP. Tapi aku hanya
menulis dalam lembaran saja. Lembaran yang hingga kini tersimpan dalam sebuah
buku harian yang sangat rahasia. Aku sangat suka untuk merangkai kata dalam
lembaran itu, melukiskan perasaan dari suatu momen yang aku alami, dan
mengabadikannya dalam kenangan. Ditambah pula kesibukan ku sebagai pelajar.
Setelah selesai studi semester pertama kuliah ku ini, aku mendapat libur
sekitar dua bulan lamanya. Kupikir lumayan untuk sejenak refreshing. Setelahnya
aku kembali membongkar artikel lama ku, dan jiwa ku seakan kembali pada kisah
lalu tersebut. Seketika inspirasi menghampiri, aku ingin kembali pada kegiatan
ini, hati ku ingin kembali merangkai kata yang menjadikannya cerita indah.
Kini
aku sudah mulai mempublikasikan tulisan-tulisan ku melalui blog yang ku buat
khusus. Dan akhir-akhir ini aku mulai aktif mengikuti lomba menulis online. Dan
mimpi terbesar ku ialah menerbitkan sebuah novel. Aku telah menuliskan sebuah
cerita tentangnya. Aku ingin menuliskan tentang kisah aku dengannya,
mengabadikannya dalam sebuah buku yang di baca banyak insan. Menuliskan
perjalanan kisah kita. Mengabadikan dirinya dalam kenangan ku. Perlahan aku
mengetikkan kata yang bersusun menjadi paragraf. Masih belasan halaman yang
sudah ku kerjakan, tapi aku akan terus berusaha menyelesaikannya secepat yang
aku bisa.
Hingga
aku tak lagi punya alasan untuk sebuah pembalasan dalam menggapai mimpi ku.
Semua ini untuknya. Semua ini karena suatu nama yang disebut cinta. Aku masih
mencintainya. Dan aku ingin merangkai setiap momen itu dalam jurnal.
Menyimpannya untuk hati ini. Dan ketika suatu saat aku telah benar-benar
melupakannya, aku ingin membongkar memori dalam setiap jurnal yang selalu
bercerita tentangnya, tentang kisah kita dulu. Aku berharap kisah ini bisa
abadi walau hanya dalam rangakaian kata yang tak hadir nyata.
Anganku
masih mendapati dirinya yang menyemangatiku. Ia masih mengalir melalui
kata-kata yang ku ketik, merangkai jurnal yang bercerita tentangnya, membentuk
sebuah karya tulisan yang selalu ku kagumi. Senantiasa aku berharap untuk bisa
mewujudkan sebuah novel yang bertuliskan nama ku sebagai penulisnya, dan melihat
novel itu berada di jejeran rak buku yang berlabel ‘Best Seller’. Semoga itu
akan segera terwujud beberapa bulan ke depan. Karena dalam cinta yang kuat,
semua akan tak mengecewakan, dan akan menemui akhir yang indah. Aku percaya
mimpi ku. Inilah mimpi ku. Mimpi seorang mahasiswa yang sambil bekerja di sebuah
usaha pendidikan non-formal yang gemar menulis rangkaian kisah.
Kamis, 29 Januari 2015
Di mana Tamu Senja ku ?
Cahaya
jingga yang terang menerobos kaca jendela kamar tidur ku. Ia dengan hangatnya
menerangi ruangan yang sedang ku diami. Senja kembali menemaniku, memutar
kembali memori lampau yang sudah ku rindukan. Mentari akan kembali sembunyi
untuk mengantar malam menemui langit. Semua kanangan senja masih melekat dalam sunyi
ini. Senja yang dulu, ketika seseorang masih bersama ku. Menghabiskan waktu
senja bersama diselingin hangat canda. Seorang yang seakan begitu ku kenal, walau
aku baru berusaha mengenalnya. Orang itu mengubah semua isi relung hati. Ku
pikir ia sangat sederhana, sesederhana caranya yang menghiasi kebersamaan
menjadi lebih berkesan. Tatapan teduh dan senyum bisunya selalu mengantarku
pada angan masa depan. Bahkan semua yang ada pada dirinya telah terpaku pada
memori ku.
Mungkin
itu lah cinta. Tentang segala memori yang melakat erat dalam kehidupan kita.
Tentang fisik yang selalu berusaha mendekatinya, tentang pikiran yang selalu
mengangankan bersamanya, tentang hati yang selalu damai di dekatnya, juga tentang
ucapan yang selalu berdoa menyebut namanya.
Di
suatu malam, ku menerima sebuah pesan singkat di ponsel ku. Orang itu kembali
membuat ku membisu tapi sebenarnya hati ku berteriak girang. Ku dapati senyum
ini mengartikan kebahagiaan. Dan kembali aku mendapati satu kata yang selalu
aku tak mengerti. Cinta. Ya, cinta kembali mendesir bersama angin malam.
Membelai jiwa ku lembut dan membuat perasaan ini tak terisi hampa. Aku bahagia
ketika orang itu membuat ku berarti di kehidupannya. Cinta memang begitu,
tentang perasaan dua insan yang saling mengasihi.
Tapi
aku tahu bahwa semua tidak ada yang kekal. Ketika kebersamaan yang hangat itu
telah redup, dan aku masih saja melekatkan pikiran ku padanya. Walau raga sudah tak bersama, ataupun status
yang membuat jarak antara dua orang, cinta masih mempengaruhi hati dan pikiran
kita.
Aku
yang masih bahagia ketika hanya bertemu dengannya. Masih bahagia ketika hanya
mendengar namanya di sebut dan bergema di hati ku. Juga yang masih tersenyum
ketika hanya mengetahui bahwa ia bahagia dengan keadaannya sekarang, walau ia
tak lagi bersama ku.
Cinta
yang kurasakan bukan tentang perasaan ingin memiliki yang mengarah pada
egoisme. Aku tetap merasakannya walau ia bukan milikku. Karena cinta itu
tentang memberi kebahagiaan. Ia tidak tumbuh dengan paksaan. Seperti aku yang
memberinya kesempatan untuk memilih kebahagiaannya sendiri walau akhirnya ia
mengabaikan ku. Aku senang ketika ia juga senang. Kita mungkin ditakdirkan
untuk memiliki kebahagiaan masing-masing, tanpa perlu hidup bersama. Adakalanya
takdir tak bisa mempersatukan orang-orang yang saling memiliki cinta, tapi
cinta selalu mempertemukan oraang-orang yang terpisah jarak seklipun.
Ada
yang mengatakan, terkadang ada orang-orang yang di takdirkan hanya untuk hadir
dalam kenangan saja, dan dia akan berdiam di hati kita, bukan untuk hadir di
kehidupan kita. Cinta juga bisa begitu, bukan hanya tentang orang yang nyata
bersama kita, namun juga termasuk orang-orang yang hanya sebagai kenangan.
Aku
sadar, kini tamu senja ku hanyalah kenangan semata. Yang hanya tersimpan dalam
memori ku saja. Tapi aku tetap mencintainya. Jika aku membongkar memori itu,
rasanya tak ku dapati pudar. Rasa itu tetap sama, seperti kebersamaan dulu.
Karena setiap orang adalah cerita dari setiap orang, dan tamu senja ku adalah
cerita cinta ku.
<a href=”https://rhyantd.files.wordpress.com/2015/01/ungu3-copy-copy.jpg”><img class=”aligncenter wp-image-4793″ src=”https://rhyantd.files.wordpress.com/2015/01/ungu3-copy-copy.jpg?w=636″ alt=”ungu3 copy copy” width=”463″ height=”281″ /></a>
Sang Perindu Mu
Permasalahan
orang dewasa selalu saja terlihat rumit. Aku sungguh membencinya. Ketika ini
aku hanya mampu membongkar imaji ku tentang memori lampau. Ketika aku masih
bersekolah, di mana masa tersulit hanya lah tugas mandiri dan ujian sekolah,
tanpa memikirkan cinta yang serius. Tapi kalau berbincang cinta tak akan
habisnya.
Masih
meragukan jika ada yang mempertanyakan kapankah cinta pertama ku. Yang ku alami
hanyalah sebatas rasa damai atas pandangan ku yang terpaku pada seseorang. Aku
mengalaminya ketika aku duduk di bangku kelas 3 SMP.
Kami
sama-sama mengaku teman biasa pada awalnya. Tapi aku selalu merasa ada yang
berbeda ketika ia menatap ku. Pandangannya terasa sangat teduh bagi ku. Tiap
kali pandangan kami saling menangkap, aku merasa berat untuk mengalihkannya.
Aku sering mendapati pandangannya selalu mengarah pada ku ketika proses belajar
mengajar di dalam kelas berlangsung. Entah aku yang merasa terlalu percaya
diri. Tapi bahkan guru ku pun ada yang memperhatikan tingkahnya. Pernah sekali
ia di tegur oleh guru ku karena memandangku terus menerus. Aku memperlihatkan
tingkah kesal di depannya, aku kesal karena yang ia lihat adalah aku sehingga
nama ku di sebut oleh guru ku. Seisi kelas reflek bersorak mengejek kami. Tapi
rasanya jiwa ini ku dapati tengah
tersenyum.
Lagi
di waktu yang lain, ketika jam istirahat sekolah, ku dapati ia selalu
menghampiri seorang temannya yang duduk tepat di belakangku. Ia sangat suka
untuk menghampiri dan berdiam di tempat itu selama waktu istirahat, bahkan
ketika pergantian jam pelajaran pun ia suka menghampiri tempat di belakang ku
itu. Entah ada magnet yang menariknya ke sana atau apalah. Yang ia lakukan
bukan sekedar berbincang dengan temannya, tapi ia juga sering bersandar pada
kursi yang ku duduki. Terkadang aku sedang duduk diam mengarah ke depan, ketika
itu ia bersandar di belakang ku. Punggung kami saling melekat. Aku hanya
terdiam merasakan sentuhannya. Aku merasakan ikatan kami begitu kuat. Namun tak
ada perkataan apa pun yang terlontar darinya untuk ku. Sambil terus bergurau
dengan temannya ia mendiamkan ku seperti itu. Ia seperti memberi ku harap.
Akhirnya
rasa ku terjatuh. Jatuh pada sebuah perasaan bernama cinta. Mungkin. Kudapati
mata ini sering mencari sosoknya yang mengagumkan itu. Sosok berkacamata dengan
pandangan teduhnya dan senyum bisunya yang mengisyaratkan banyak rasa ketika
melihat ku. Ia masih dengan kebiasaannya menghampiri teman yang duduk di
belakang ku, tapi kami mulai sering bergurau bersama. Ia mengajak ku untuk
bergabung dengan obrolan mereka. Ketika ia bercerita, aku selalu kagum atas apa
yang dikatakan, walau aku tak menyukai topik pembicaraannya. Dari ceritanya, ia
banyak mengajari ku menghadapi kehidupan setelah dewasa nanti. Ia seorang yang
aneh. Terkadang ia sangat jenius, terkadang juga tingkahnya sangat bodoh. Tapi
ku rasa juga aku sering bertingkah bodoh di hadapannya. Yang ku kenal adalah ia
seorang yang berpendirian teguh atas adatnya sendiri, ia sangat gemar akan
teknologi juga politik-ekonomi global.
Hingga
akhirnya beberapa bulan menjelang ujian akhir, aku mendapati kabar bahwa ia
akan pindah ke luar kota. Tak bisa yang aku lakukan untuk mencegahnya pergi
jauh. Pertama kalinya ku dapati aku begitu kehilangan sosok yang berharga walau
sebenarnya ia belum pergi. Ketika itu pun kami hanya sebatas teman di mana aku
mempunyai rasa lebih untuknya dan mungkin ia juga. Tapi aku selalu menyimpan
rahasia ini darinya. Tak ada dari kami yang mau membongkar. Aku selalu berdoa untuk tetap bisa bertemu
dengannya suatu saat nanti. Dalam doa ku namanya ku sebut. Sungguh aku sangat
kehilangan, mengapa ketika aku baru merasakan indahnya cinta, ia seenaknya
pergi begitu saja?
Hanya
setahun aku sekelas dengannya di SMP sebelum ia benar-benar pergi dari
pandangan ku. Sekarang ia sangat tak terjangkau, tapi namanya masih sering ku
sebut dalam hati. Cukup dalam hati. Yang sangat konyol adalah aku sampai
menangis sebelum lelap dalam hampa yang kelam di sebuah malam di temani bulan.
Aku memutar lagu yang liriknya berisi rindu seseorang, aku membayangkan
wajahnya yang masih jelas terlukis dalam pejaman mataku. Itu adalah ketika
setengah tahun ia pergi dari ku. Aku masih sangat memikirkannya. Jujur sampai
kini pun juga. Saat aku mengingatnya, jantung ini masih berdetak sama ketika
bersandar dengannya dulu. Empat tahun berlalu dengan memori tentangnya yang
utuh mendampingi ku. Aku membiarkan rasa ini di tikam oleh jarak dan waktu yang
terus berusaha menggerus, namun rasa ini masih kuat seperti awalnya. Walau aku
sempat beberapa kali jatuh hati pada yang lain.
Satu
yang ku masih harap darinya, aku ingin bisa bertemu dengannya kembali. Bersama
membongkar memori.
Setiap
orang adalah bagian dari cerita setiap orang. Dan ini ceritanya dari bagian
cerita ku. Cerita cinta pertama ku.
Rabu, 20 Agustus 2014
Will We Can Never Get Back?
“Selfie dulu yuuk.”
Aku berseru di tengah tiga teman ku yang sudah lelah bersandar di tembok teras
sekolah.
Sudah lama kami berdiri di lapangan untuk melakukan gladi bersih untuk
pelepasan. Kami kembali ke sekolah mengenakan seragam setelah kelulusan. Tapi
aku masih bersemangat, karena sekolah ini berhasil membuat ku membongkar
sepenggal memori. Melihat lagi gedung yang pernah aku masuki. Berada di
lapangan sekolah yang setiap pagi selalu aku berdiri di sana. Melihat ke dalam
ruang kelas yang lengang tanpa penghuni, yang masih berisi bangku-bangku yang
pernah ku duduki dan papan tulis yang sudah bersih tanpa coretan.
Semua benda itu
menghadirkan ilusi, membayangkan aku pernah menempati salah satu bangku di
pojok depan ruang kelas. Hadir pula teman dekat ku yang selalu ikut membuat
kumpulan di pojok kelas ini. Melontarkan lelucon apa saja yang dapat dibahas.
Terkadang membahas pelajaran yang serius. Bahkan membahas rencana untuk
mengerjai seseorang.
Ilusi itu lenyap
ketika dua temanku yang ikut semangat ketika aku mengajaknya berfoto. Tapi
tidak dengan satu teman laki-laki ku yang memang selalu menjalani hidup
seadanya, tanpa semangat. Aku tak tahu apa yang membuatnya bisa selalu terlihat
letih setiap saat.
Sebuah gambar telah
terambil oleh kamera depan ponselku, berisi dua perempuan yang menjalin
persahabatan tiga tahun lalu. Tak puas, kami melanjutkan hingga beberapa kali
dengan gaya yang berbeda tapi masih dalam posisi duduk. Aku memandang satu teman
laki-laki ku. Segera aku berpindah posisi mendekatinya, juga mengarahkan
ponselku menghadap kami berdua. Mengabadikan kebersamaan ini dalam sebuah
gambar yang oleh waktu akan jadi sebuah kenangan. Selalu ada senyum yang
terukir di foto itu. Senyum pertemanan yang tulus.
Rasanya aku ingin
waktu ini abadi tanpa ada perpisahan apapun. Aku telah lelah selalu menemui
satu hal yang disebut perpisahan. Lelah menjalin kembali kedekatan dengan
banyak orang dan kembali harus berpisah ketika banyak kejadian yang telah
tercipta. Dan kejadian itu hanya akan jadi kengangan. Akan tertutup debu waktu,
yang entah nanti akan teringat lagi atau tidak. Aku takut untuk kebersamaan
ini. Karena apapun tak ada yang abadi.
Langganan:
Postingan (Atom)